Pangkalpinang, suarababel.com — Bawaslu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) EM Osykar beserta jajaran mulai melakukan langkah antisipasi pelanggaran dalam tahapan kampanye Pemilu Tahun 2024 yang dimulai pada tanggal 28 November 2023 besok. Salah satu yang menjadi perhatian Bawaslu yakni mengenia kampanye melalui media sosial.
Menurut Ketua Bawaslu Babel EM Osykar bahwa kampanye di media sosial bertujuan untuk interaksi dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses demokrasi pemilu, sehingga aturan yang berlaku harus dijunjung tinggi dalam menjalankan kampanye di media sosial.
“Ini sejalan dengan konsep media sosial sebagai platform internet yang memungkinkan interaksi dua arah antara peserta Pemilu dan pemilih, sesuai dengan definisi dalam PKPU 15 Tahun 2023 Pasal 1 angka 25. Namun, perlu diwaspadai bahwa kampanye di media sosial juga memiliki risiko pelanggaran tertentu. Pada hari ini, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masuk dalam kategori nomor 3 dengan tingkat kerawanan tinggi terhadap isu kampanye di media sosial, sesuai Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024 yang dirilis oleh Bawaslu RI,” jelas Osykar dalam Siaran Persnya.
Ia menjelaskan juga bahwa setiap materi kampanye yang disebarkan harus memenuhi standar tertentu dan tidak boleh melanggar larangan-larangan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, seperti menghina, menghasut, atau menyebarkan informasi fitnah terhadap individu, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta Pemilu lainnya. Terkait penggunaan media sosial oleh pihak yang dilarang berkampanye, seperti ASN, Kepala Desa, Perangkat Desa, Anggota BPD, TNI, dan Polri, mereka dilarang keras untuk menyuarakan dukungan terhadap peserta Pemilu atau menyebarkan informasi bohong, fitnah, atau ujaran kebencian.
“Kasus pelanggaran netralitas ASN pada pemilu sebelumnya menjadi perhatian serius, bahkan beberapa di antaranya dikenakan sanksi oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) pada pemilu 2019. Bawaslu berupaya melakukan langkah pencegahan dengan melakukan sosialisasi dan mengimbau kepada semua pihak, terutama yang memiliki kewajiban netral dalam Pemilu 2024, untuk mematuhi aturan yang berlaku,” terangnya.
Ketua Bawaslu Babel ini berharap peserta pemilu dan tim kampanye tidak menyebarkan postingan yang mengandung unsur suku, agama dan ras di akun media sosial pribadi seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, Twitter, dan sejenisnya. Hal ini untuk menghindari timbulnya konflik, permusuhan, yang dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Lebih jauh mantan ASN Kemendagri ini menjelaskan bahwa dalam pengawasan kampanye di media social, Bawaslu telah bekerjasama dengan Polda Kepulauan Bangka Belitung untuk Patroli cyber konten media sosial, dan juga segera melakukan penandatangan Kerjasama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Diskominfo) dalam rangka memperkatat pengawasan kampanye di media sosial dan media dalam jaringan lainnya.
Salah satu metode pelaksanaan kampanye yaitu dilakukan melalui media sosial, peserta pemilu dapat melakukan kampanye pemilu melalui media sosial sejak dimulai masa kampanye dengan cara mendaftarkan akun media sosial kepada KPU sesuai tingkatan dan akun tersebut ditutup pada hari terakhir masa kampanye. (Pasal 37 dan Pasal 38 PKPU Kampanye). Sehingga dapat dipahami bahwa yang melaksanakan kampanye khususnya di media sosial adalah peserta pemilu. Kampanye pemilu diikuti oleh peserta kampanye. Peserta kampanye pemilu terdiri atas anggota masyarakat. (Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) PKPU Kampanye). Dalam hal ini, masyarakat dapat melakukan penyebarluasan informasi pemilu dalam media sosial melalui kegiatan sosialisasi dengan metode tidak langsung. (Pasal 13 ayat (1) huruf e PKPU 9/2022). Adapun salah satu prinsipnya yaitu tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu dan peserta pemilihan (Pasal 4 PKPU 9/2022).
Osykar menjelaskan bahwa apabila ada yang bertindak untuk mengampanyekan salah satu calon Presiden dan Wakil Presiden maupun Calon Anggota DPD, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota tidak diatur secara khusus dan tidak terdapat larangannya. Negara Indonesia yang menganut sistem demokrasi terbuka seperti sekarang- semua orang berhak untuk menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya sebagaimana yang diatur dalam Konstitusi sebagai bentuk perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), sepanjang materi yang disampaikan dalam konten akun medsos orang-seorang dimaksud (Masyarakat) tidak memuat unsur ujaran kebencian yang bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok Masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang dilarang oleh UU ITE Pasal 28 ayat (2) UU ITE, atau tidak mencemarkan nama baik seseorang dan tidak menyebarkan berita bohong/hoax atau perbuatan dimaksud tidak memuat materi konten yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan lainnya.
Tenaga Honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (Pasal 1 angka 1 PP 48 Tahun2005 sebagaimana diubah keduakalinya dengan PP 56/2012). Setiap pegawai yang bekerja di bidang pemerintahan wajib menjaga netralitas. Bagi tenaga honorer, yang tidak netral maka akan menimbulkan kekhawatiran terjadinya diskriminasi dan penyimpangan dalam pelaksanaan tugasnya di pemerintahan akibat adanya pengaruh dari partai politik. Sehingga netralitas ASN secara prinsip mutatis mutandis berlaku kepada tenaga honorer ataupun sebutan lainnya yang bekerja di pemerintahan. ( * )