Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Tertinggi di Bangka Tengah

Daerah53 Dilihat

PANGKALPINANG – Sepanjang tahun 2022 lalu tercatat 155 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kasus tertinggi berada di Kabupaten Bangka Tengah dengan jumlah 30 kasus. Sedangkan jumlah kasus terendah di Kabupaten Belitung Timur dengan delapan kasus.

Sementara di Pangkalpinang ada 25 kasus, Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Selatan masing-masing sepuluh kasus, Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Barat masing-masing terdapat 16 kasus.

Asyraf Suryadin Kepala DP3ACSKB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengatakan, predikat kabupaten/kota layak anak bukan berarti di daerah tersebut tidak terjadi tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Namun jika terdapat kasus, maka ditanggapi secara cepat.

“Setiap ada kasus cepat dilakukan penyelesaiannya. Selain itu penanganan kasus sampai tuntas,” tegas Asyraf saat membuka Rapat Koordinasi Rencana Kerja Sama Perlindungan Khusus Anak Lintas Sektor, di Kantor DP3ACSKB Babel, Selasa (28/2/2023).

Layanan UPTD PPA DP3ACSKB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selama 24 jam. Ia menambahkan, UPTD juga melakukan pendampingan korban. Jika korban membutuhkan tempat perlindungan, disediakan rumah aman.

Tak hanya itu, menurut Asyraf, UPTD PPA juga menyediakan pendampingan hukum. Contohnya, pendampingan hukum terhadap kasus yang terjadi di Kabupaten Bangka Selatan.

“Terjadinya kasus kekerasan terhadap anak kebanyakan dilakukan oleh orang dekat dengan korban. Kita berharap masyarakat melaporkan jika terjadi kasus, kerahasiaan korban akan dijaga,” ungkap Asyraf.

Menurut Darnis Rachmiyati Kepala UPTD PPA, DP3ACSKB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, rapat ini bertujuan memperkuat koordinasi dan menjalin kerja sama dengan beberapa sektor. Selanjutnya membuat kesepakatan dituangkan dalam berita acara.

Beberapa sektor terkait mempunyai keinginan membantu menyelesaikan persoalan-persoalan kekerasan terhadap anak. Ia menambahkan, adanya sinergitas diharapkan membuat kasus kekerasan terhadap anak menjadi terkuak.

“Masih ada kebiasaan masyarakat yang malu melaporkan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Diharapkan dengan kerja sama ini kita bisa mengatasinya. Setidaknya kerja sama dalam penyampaian informasi,” bebernya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *