Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe membuat Peraturan Gubernur (Pergub) agar bisa menggunakan dana operasional untuk makan dan minum senilai Rp1 miliar per hari.
Mulanya, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan Lukas mendapat dana operasional sebesar Rp1 triliun dalam satu tahun.
Dari jumlah dana itu, Lukas disebut memakai Rp400 miliar untuk biaya makan minum, sehingga biaya rata-rata yang Lukas pakai untuk makan dan minum itu Rp1 miliar per hari.
“Satu tahun itu adalah 365 hari. Artinya, bahwa satu hari itu bisa Rp1 miliar. Nah, itu bisa menjadi kejanggalan bagi kami, apa iya makan minum itu menghabiskan satu hari Rp1 miliar,” jelas Asep saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/6).
Dia menyebut alokasi dana makan dan minum Lukas Enembe tersebut ada pertanggungjawaban dalam bentuk kuitansi. KPK, kata dia, saat ini sedang mengklarifikasi terkait kuitansi tersebut ke banyak rumah makan.
Lebih lanjut, Asep menjelaskan Lukas membuat Pergub untuk memuluskan aksinya sehingga terlihat legal.
“Jadi dibuat peraturan Pergub dulu, sehingga itu menjadi legal, padahal nanti masuknya ke bagian makan minum. Jadi memang ketika dicek itu Kementerian Dalam Negeri itu menjadi tidak kelihatan, tersamar dengan adanya begitu. itu ada modusnya seperti itu,” jelas Asep.
Menurut Asep, tindakan yang dilakukan Lukas itu disebut grand corruption. Upaya itu berkaitan dengan pembuatan aturan agar tindak pidana korupsi yang dilakukan menjadi legal.
“Itu yang dinamakan dengan grand corruption. Jadi orang melakukan korupsi itu lain-lain, macam macam ya. Tipikal grand corruption itu adalah ketika membuat sebuah aturan yang dibuat itu seolah-olah aturannya benar tapi itu untuk melegalkan kegiatan-kegiatan yang menyimpang, melakukan korupsi tapi dengan dibuat peraturannya seolah-olah menjadi benar, seperti itu,” terang dia.
Lembaga antirasuah telah menetapkan Lukas sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kasus TPPU ini merupakan pengembangan dari penanganan tindak pidana korupsi lain yang telah menjerat Lukas sebelumnya.
Lukas juga telah ditetapkan sebagai tersangka suap dan gratifikasi. Kasus itu kini tengah berjalan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Sebanyak 27 aset Lukas, mulai dari uang, tanah, mobil, hingga apartemen telah disita oleh KPK.
CNNIndonesia.com telah menghubungi penasihat hukum Lukas, Petrus Bala Pattyona untuk meminta tanggapannya terkait pernyataan KPK tersebut. Namun, belum mendapat respons hingga berita ini dinaikkan.
[CNN]