Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Lloyd Austin, memperingatkan bahwa potensi perang karena memperebutkan Taiwan, akan “menghancurkan” dan memengaruhi ekonomi global dalam “cara yang tidak dapat dibayangkan”.
Dalam sambutannya pada Shangri-La Dialogue di Singapura akhir pekan kemarin, Austin menegaskan seluruh dunia memiliki kepentingan untuk menjaga stabilitas di Selat Taiwan.
“Seluruh dunia memiliki kepentingan dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Jalur pelayaran komersial dan rantai pasukan global ada di sana,” kata Austin seperti dikutip CNN.
Ia menambahkan, “Jangan salah, konflik di Selat Taiwan akan sangat menghancurkan.”
Pada kesempatan yang sama, Menhan AS itu juga menyebut potensi konflik di Selat Taiwan akan memengaruhi perekonomian global dengan cara yang tidak dapat dibayangkan. Mengapa demikian?
Pengamat Militer Cedric Leighton mengatakan dampak dari perang di Taiwan bisa sangat buruk, apalagi luas Taiwan yang jauh lebih kecil jika dibandingkan China.
“Namun yang terpenting ada di Selat Taiwan. Jalur ini sangat penting karena sebanyak 60 persen pelayaran yang membawa kapal kontainer melintasi selat ini,” ungkap Leighton, dikutip CNN.
Selain Selat Taiwan, Laut China Selatan yang menjadi rebutan beberapa negara akan turut berpengaruh. Jika konflik terjadi, Laut China Selatan sebagai salah satu perairan penting bagi perdagangan dunia akan ikut terdampak.
Menanggapi pernyataan Austin di pidato Shangri-La Dialogue, Letnan Jenderal Tentara Pembebasan Rakyat China, Jing Jianfeng, menyebut pernyataan Austin tentang Taiwan “sepenuhnya salah.”
Jianfeng balik menuding Washington sebagai pihak yang memprovokasi konfrontasi dan merusak perdamaian serta stabilitas di kawasan.
Akhir pekan ini, kapal perang China memotong jalur pelayaran kapal perusak AS USS Chung-Hoon yang tengah berlayar bersama kapal fregat Kanada di Selat Taiwan.
AS menilai kapal perangnya berlayar di perairan di mana kebebasan bernavigasi berlaku sesuai hukum internasional. Washington menyebut aksi provokasi kapal China itu sebagai “cara yang tidak aman”.
Ini adalah kali kedua manuver militer AS dan China dalam waktu kurang dari 10 hari, setelah salah satu pesawat Beijing juga terbang dekat pesawat pengintai AS pekan lalu.
[Gambas:Infografis CNN]
(*)