JAKARTA, – Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno mengatakan pelaku politik uang harus diberhentikan secara tidak terhormat oleh partai politik (parpol) jika terbukti melakukan modus tersebut.
Hal itu perlu dilakukan sebagai sanksi tegas untuk memberi efek jera dan meminimalisir modus politik uang selama Pemilu 2024 yang bisa dilakukan lewat pakta integritas.
“Harus ada pakta integritas antara caleg dan partai politik bahwa siapapun yang terbukti melakukan politik uang maka harus diberhentikan secara tidak terhormat oleh partai,” kata Adi saat dihubungi Kompas.com pada Jumat (16/6/2023).
Menurut dia, hal tersebut harus direalisasi oleh parpol sebagai manuver politik agar caleg yang diusung parpol tidak brutal menghalalkan segala cara demi memenangkan kontestasi politik.
Apalagi, kata Adi, politik uang saat ini dianggap sebagai hal yang lazim oleh sebagian besar masyarakat.
“Jadi kuncinya di partai politik,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Adi mengungkapkan, parpol lah yang menjadi pintu terbukanya peluang terjadinya politik uang, misalnya saja dengan praktik jual beli nomor urut.
Meskipun Pemilu 2024 sudah dipastikan menggunakan sistem proporsional terbuka, kata Adi, modus jual beli nomor urut masih menggiurkan di mata caleg mengingat nomor urut 1 dan 2 memiliki presentase 80 persen terpilih dibandingkan nomor urut 3 dan di bawahnya.
“Jadi pintu masuk pertamanya memang harus dipotong dan dicegah dari parpol. Jangan sampai parpol itu memungut uang gitu ya, terutama dalam pencalegan, terutama dalam mahar-mahar politik dalam praktek pilkada,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, MK menolak gugatan untuk penerapan pileg sistem proporsional daftar calon tertutup.
Sehingga, pileg yang diterapkan di Indonesia, sejauh Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak diubah, tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti yang telah diberlakukan sejak 2004.
Mahkamah menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Majelis hakim membantah dalil para pemohon yang menganggap bahwa pileg sistem proporsional daftar calon terbuka menyuburkan politik uang.
Menurut Mahkamah, sistem pileg bukan penyebab utama. Pileg sistem proporsional daftar calon tertutup juga sama besar peluangnya menyuburkan politik uang di kalangan elite untuk jual-beli kandidasi.
Dalam pertimbangan putusan nomor 114/PUU-XX/2022 itu, MK menilai, setidaknya ada 3 cara yang perlu dilakukan secara simultan untuk meminimalkan politik uang.
Salah satunya, penegakan hukum secara tegas, termasuk pembubaran partai politik.
Di sisi lain, untuk menegakkan hukum tersebut, calon anggota legislatif (caleg) yang terlibat politik uang harus dibatalkan kandidasinya dan dipidana.
Kedua, di luar penegakan hukum, Mahkamah berpendapat bahwa politik uang dapat diminimalkan dengan adanya komitmen dari para peserta pemilu itu sendiri.
Ketiga, publik perlu diberikan kesadaran dan pendidikan politik untuk tidak menerima dan menoleransi politik uang.
[KOMPAS]