Polda Jambi meminta keterangan siswi SMP Negeri 1 Jambi berinisial SFA terkait kasus dugaan pencemaran nama baik.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi Kombes Christian Tory mengatakan selanjutnya akan dilakukan mediasi dengan pihak-pihak terkait.
“Iya benar ada proses mediasi. Ini masih diambil keterangan dulu sebentar, baru dimediasi,” ujarnya saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Selasa (6/6).
Tory menjelaskan dalam proses mediasi tersebut nantinya juga akan dihadiri langsung oleh kedua belah pihak, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta pihak Ketua RT setempat.
“Rencananya siang ini proses mediasi. Kita upayakan hari ini bisa selesai lewat Restorative Justice,” tuturnya. Sebelumnya SFA dilaporkan oleh Pihak Pemkot Jambi buntut sejumlah kritik yang disampaikan melalui akun media sosial TikTok.
Hal itu diketahuinya usai memenuhi panggilan tim siber Polda Jambi. Ia mengira panggilan berkaitan dengan akun Instagram @debiceper23 yang menyebutnya sebagai seorang pelacur di media sosial.
Akan tetapi, saat ditemui kuasa hukumnya yang disediakan oleh Polda Jambi, SFA baru mengetahui apabila pemanggilan berkaitan dengan laporan yang dilakukan Kabag Hukum Sekda Jambi Muhamad Gempa Awaljon Putra.
“Di dalam pertemuan itu pengacara yang sudah ditunjuk untuk mendampingi saya atas nama Ibu Evi dan beliau mengatakan bahwa beliau mendampingi saya sebagai terlapor,” kata SFA dalam pesan videonya.
Salah satu kritik yang dilemparkan oleh SFA yakni mengenai Wali Kota Jambi Syarif Fasha dan perusahaan PT Rimba Palma Sejahtera Lestari karena diduga melanggar Perda Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Angkutan Jalan melalui akun TikTok miliknya.
Dalam salah satu videonya, SFA menilai keduanya melakukan pelanggaran pasca penandatanganan nota kerja sama dengan surat nomor 02/PKS/HKU2019.
“Saya menyuarakan untuk keadilan nenek saya seorang pejuang kemerdekaan RI yang dizalimi rumah dan sumurnya dirusak berkali-kali oleh perusahaan Cina (PT Rimba Palma Sejahtera Lestari) yang bekerja sama dengan Pemkot Jambi yang tidak bertanggung jawab ini,” tuturnya.
Selama hampir 10 tahun, kata dia, Pemkot Jambi diduga telah mengizinkan truk bertonase 20 ton lebih melewati jalan lorong warga hingga membuat rumah neneknya rusak.
Padahal menurutnya, jalan tersebut hanya diperuntukan bagi kendaraan dengan bobot maksimal sebesar 5 ton saja. Selain itu, SFA juga mengkritik perusahaan yang semestinya menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Uap, tetapi malah menjadi perusahaan kayu hutan.
(*)