JAKARTA, – Public Policy Analyst Wahana Visi Indonesia Lia Anggiasih mengatakan, orangtua memiliki peran besar untuk mencegah perkawinan anak di beberapa daerah.
Berdasarkan riset yang dilakukan di Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah, ada 47 persen dukungan dari seorang ayah terhadap izin perkawinan anak perempuannya.
Selain itu, ada 40 persen dukungan ibu untuk anaknya yang di bawah 18 tahun menikah.
“Nah keluarga yang setuju dan mendukung anak menikah di usia di bawah 18 tahun itu ada bapak dan ibu (sebagai responden) karena sering kali di dalam keluarga yang mendukung, paling kuat adalah dukungan bapak dan ibu,” tutur Lia saat konferensi pers daring Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Senin (19/6/2023).
Dari penelitian tersebut juga ditemukan anggapan anak dari responden bahwa orangtua tidak terlihat peduli atau bahkan terlalu keras dalam mendidik anak.
Akibatnya, banyak anak di tiga daerah tersebut melakukan pergaulan bebas dan hamil di luar nikah.
Selain itu, orangtua dinilai kurang tegas dalam melarang perkawinan anak.
“Jadi, diperlukan peningkatan kemampuan pengasuhan orangtua terhadap anak,” kata dia.
Lia mengatakan, peningkatan kemampuan pengasuhan orangtua terhadap anak bisa diberikan dengan cara menyampaikan informasi terkait perkawinan dan berumah tangga, terutama terkait kesehatan reproduksi kepada anak.
Namun, dalam riset yang dilakukan oleh Wahana Visi Indonesia tersebut, ditemukan bahwa anak perempuan dan laki-laki baru mendapatkan informasi kesehatan reproduksi pada usia 19 tahun atau usia ketika mereka menikah.
Selain itu, hanya 2 persen dari jumlah ayah yang menjadi responden yang memberikan informasi terkait perkawinan dan rumah tangga kepada anak perempuannya.
“Anak perempuan yang menikah cenderung memiliki orangtua laki-laki yang kurang berperan dalam memberikan informasi terkait perkawinan dan rumah tangga,” kata dia.
Padahal, menurut dia, sosok ayah penting untuk mencegah perkawinan anak.
Namun, pada penelitian tersebut, dikatakan bahwa sosok ayah merasa tidak nyaman membicarakan soal rumah tangga, terutama dengan anak perempuannya.
“Padahal anak perempuannya merasa membutuhkan nasihat dari orang tua laki-laki atau kakak laki-laki terkait perkawinan,” kata dia.
[KOMPAS]