suarababel.com – Dalam konteks pemilu, penting bagi kita semua sebagai pemilih untuk mewaspadai janji-janji yang diucapkan oleh para kandidat yang mencalonkan diri, khususnya pada pemilu legislatif tahun 2024. Dalam tradisi politik para politisi, para kandidat seringkali menggunakan taktik-taktik menipu yang dibalut dengan kebohongan. Bau kebohongan untuk mengalihkan perhatian kita. Keputusan tersebut konon diambil dengan mengumbar janji-janji politik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lain sebagainya. Ketika diketahui melalui kampanye, kebohongan menjadi senjata ampuh bagi sebagian peserta peristiwa politik (pemilu) untuk menarik perhatian kita sebagai pemilih. Sebagai warga negara yang berhak memilih pada pemilu legislatif 2024, kita harus bijak dalam memilih politik dan bijak dalam menilai tujuan yang tertuang dalam visi dan misi kita ke depan. Sehingga kita bisa menganalisa dan memahami kebohongan-kebohongan yang mereka racik tanpa mengikuti alur kampanye politik sederhana.
Di musim politik Pemilu Parlemen 2024 yang semakin memanas, seluruh kandidat yang maju bisa mengejutkan sistem demokrasi yang dianut selama ini. Sebagai masyarakat pemilih dalam pemilu yang dijadwalkan pada tahun 2024, kita memiliki tanggung jawab moral terhadap nilai-nilai demokrasi untuk menciptakan perubahan baru dan bermakna. Jika hal ini tidak dilakukan secara bertanggung jawab, maka konsekuensi logisnya adalah seluruh produk visi dan misi yang dikomunikasikan secara publik hanya sekedar janji-janji politik yang lunak dan tidak memiliki substansi bagi kehidupan masyarakat. Untuk itu, di tengah dinamika politik yang terus dihadirkan calon elektoral, masyarakat harus memahami kompleksitas gagasan mereka yang disampaikan dalam media kampanye politik yang berbeda. Selain itu, untuk memperoleh informasi yang konsisten, akurat, dan berwawasan luas, masyarakat harus berpartisipasi dan menunjukkan inisiatif yang tinggi dalam memverifikasi integritas tokoh politik pilihannya. Kita harus bisa mengolah semua fakta yang mereka sampaikan, serta menilai latar belakangnya untuk mengetahui jalur politik dan semangat kepemimpinannya di masa depan.
Bagi kami, melakukan asesmen dan pengecekan fakta politik terhadap caleg 2024 penting sebagai salah satu elemen untuk menyelaraskan pesan politik para calon di pemilu guna menyeimbangkan visi, misi, dan latar belakangnya. Membaca yang tersirat dan menganalisis pilihan kata serta gestur politik yang mengandung implikasi manipulatif menjadi standar penentuan kualifikasi calon, khususnya calon legislatif pada pemilu terpilih 2024.
Sejalan dengan argumen di atas, landasan empirisnya adalah mengidentifikasi kebohongan politik yang disampaikan kandidat pemilu kepada publik dengan menggunakan data dan informasi yang belum terverifikasi. Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara klaim dan kenyataan, kemungkinan besar kandidat tersebut tidak jujur atau mencoba memanipulasi publik. Tujuan dari model politik seperti ini tidak lain hanyalah untuk merebut suara rakyat untuk memilihnya sesuai dengan harapan politiknya.
Jika kita perhatikan bagaimana para kandidat berpolitik di sektor publik, sebenarnya mereka punya banyak cara untuk menjadi orang nomor satu di negeri ini. Untuk mencapai posisi strategis tersebut melalui demokratisasi, tidak dapat dipungkiri, sebagaimana pengalaman demokrasi politik yang terjadi pada setiap pemilu, munculnya pola-pola politik yang terpolarisasi dan berujung pada konflik horizontal. Dimana beberapa kandidat memanfaatkan potensi tersebut untuk menarik perhatian kelompok tertentu demi kepentingan politiknya sendiri. Padahal secara fundamental model politik ini jauh dari prinsip demokrasi politik yaitu kebebasan, persamaan, persaudaraan. Kembali ke fokus tulisan ini, seperti yang saya sebutkan di atas, kite sebagai masyarakat harus memperhatikan koridor janji-janji politik yang mempengaruhi eksistensi kehidupan bermasyarakat, festival, dan sekedar janji-janji sederhana yang mendatangkan kegembiraan. Model kebijakan ini sangat perlu dikaji secara komprehensif dan menyeluruh untuk memahami visi dan misi pelaksana kebijakan. Himbauan kebijakan infrastruktur dan dana dari calon pemilu juga digunakan sebagai bentuk kehati-hatian dalam memberikan hak pilih kepada calon tertentu. Di tengah kemajuan teknologi seperti media sosial saat ini, bentuk aktivisme politik menjadi digital.
Ditulis Oleh : Ruslan (Mahasiswa Ilmu Politik UBB, Peserta program magang kolaboratif CitRes DPP UGM, Ilmu Politik UBB, dan Geografi NTNU Norwegia)