Badan SAR Nasional (Basarnas) mengklaim Indonesia sudah mengantisipasi fenomena iklim El Nino yang berpotensi memicu kekeringan. Bencana kekeringan ini diprediksi dapat mencapai puncaknya di akhir tahun.
“Kalau dalam antisipasi kita tiap 24 jam, 24/7 terus karena kita siaga terus,” kata Deputi Bina Tenaga dan Potensi Basarnas Moh Barokna Haulah di sela acara Emergency Disaster Reduction and Rescue Indonesia, di Jakarta Pusat, Selasa (6/6).
Di lain sisi, Haulah juga mengingatkan bahwa strategi pengendalian bencana akibat El Nino juga menjadi kewenangan dan tanggung jawab kementerian/lembaga lain, mulai dari BNPB, hingga KLHK yang bakal fokus meminimalisir kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Menurutnya, Basarnas telah mengintensifkan pelatihan dan menyiapkan SDM untuk menolong para korban yang terdampak. Haulah juga mengklaim teknologi yang dimiliki Indonesia sudah cukup mutakhir untuk menangani bencana alam, salah satunya kekeringan.
“Teknologi kita sudah hampir semua, karena kita timnya tingkat internasional. Alat sudah banyak namun dari segi kuantitas saja. karena kita kan coverage-nya kan seluruh Indonesia dan juga kadang sampai membantu kegiatan disaster di luar negeri,” ujarnya.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati sebelumnya mewanti-wanti Indonesia akan masuk pada fase kemarau kering akibat kemunculan El Nino dan Indian Ocean Dipole. Ia menjelaskan El Nino berada pada kondisi netral pada Maret-April. Hal ini menunjukkan El Nino yang akan muncul 100 persen positif di Indonesia.
Dampaknya, curah hujan pada pada Agustus, September, Oktober 2023 diprediksi akan berada pada kategori di bawah normal, terutama wilayah Sumatera, Jawa Bali-NTB-NTT, sebagian Kalimantan dan sebagian Sulawesi.
Dengan demikian BMKG merekomendasikan kepada semua pihak dan masyarakat terdampak untuk melakukan langkah-langkah antisipasi agar terhindar dari kekeringan.
(*)